Sejarah, Cerita Mitos dan Fakta di Balik Gedung Lawang Sewu Semarang

- Rabu, 25 Agustus 2021 | 16:38 WIB
Lawang Sewu Semarang sering punya image buruk. Namun sebetulnya tidak demikian dan punya banyak kisah sejarah.  (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)
Lawang Sewu Semarang sering punya image buruk. Namun sebetulnya tidak demikian dan punya banyak kisah sejarah. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)

 

SEMARANGTENGAH, AYOBATANG.COM -- Lawang Sewu sudah menjadi ikon khusus bagi Kota Semarang. Dengan kemegahan sejarah dan kecantikan arsitektur gedungnya, Lawang Sewu selalu jadi daya tarik yang tidak ingin dilewatkan oleh wisatawan luar kota yang sedang mampir di Kota Semarang.

Selain kemegahan sejarahnya, Lawang Sewu juga kerap dikaitkan dengan cerita-cerita miring terutama berkaitan dengan kabar mistis yang selalu diucapkan oleh masyarakat sekitar. Namun pada kenyataannya tidak demikian

Manajer Museum Lawang Sewu dan Indonesian Railway Museum Trisna Cahyani menyebut jika Lawang Sewu merupakan kantor Nederlandsch indische Spoorweg Maatschapij (NIS).

Yakni sebuah perusahaan kereta api Belanda yang berperan membuat jalur kereta api pertama di Indonesia dan sampai sekarang jalur tersebut digunakan sebagai moda darat masyarakat.

Baca Juga: Rayakan HUT ke-76 Kemerdekaan RI, Imadiba Gelar Lomba Makan Kerupuk Secara Virtual

“Dulu sebetulnya kantornya terletak di Stasiun Samarang, namun karena terus kena rob, akhirnya pindah ke sini. Sebetulnya memang hampir sebagian area sekitar Tugu Muda yang dulu bernama Wilhelmina Plein ini sudah milik NIS,” jelasnya pada Minggu 22 Agustus 2021.

Bangunan Lawang Sewu punya satu ciri khas yang seakan-akan dibangun dalam satu waktu. Namun sebetulnya tidak demikian. Kata Trisna, gedung-gedung Lawang Sewu dibangun dalam waktu yang berbeda.

Untuk Gedung A (Gedung paling depan), C, dan E dibangun pada 1904 hingga 1907. Kemudian Gedung B (Gedung belakang) didirikan pada 1916-1918

“Bahkan material yang digunakan pun berbeda. Ada yang mengambil bahan material langsung dari negeri Belanda,” ucap Trisna.

Misalnya untuk gedung A, C, dan E menggunakan material yang dikirim langsung dari Amsterdam, Belanda, mulai dari lantai, marmer, genting, dan batu bata. Namun karena bahan baku sulit didapatkan, akhirnya saat membangun gedung B, bahan baku diambil dari dalam negeri.

“Kontruksi kedua gedung tersebut berbeda. Kalau gedung A menggunakan struktur bearing wall (struktur dinding pemikul). Sementara Gedung B, menggunakan struktur beton bertulang. Perbedaannya mencolok sekali. Bahkan rangka atapnya saja kalau gedung A menggunakan baja dan gedung B dari kayu,” papar Trisna.

Jumlah pintu Lawang Sewu juga tidak sesuai namanya. Jumlah tepatnya adalah 928.

“Sewu itu hanya sebutan masyarakat saja karena pintunya banyak," ujarnya. Ini seperti kebiasaan orang Jawa yang suka menambahi kata sewu (seribu) pada apa saja yang terlihat banyak.

Halaman:

Editor: Budi Cahyono

Sumber: Ayosemarang.com

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X